Baca Juga: Perputaran Ekonomi World Water Forum di Bali Diperkirakan Capai Rp1,5 Triliun
Dwikorita juga menuturkan setiap negara sebenarnya sudah memiliki CoE masing-masing, misalnya Indonesia dengan CoE Weather and Climate yang fokus untuk melatih kepakaran dalam bidang sumber daya manusia dan mendapatkan dukungan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
"Lebih dari 13 tahun juga sudah ada Sabo Center, di mana teknologi Sabo diperkenalkan kepada pakar-pakar muda di bidang terkait di Asia Pasifik dan Afrika," kata dia.
Sebagai informasi, sabo berasal dari dua kata dalam bahasa Jepang yaitu “sa” yang berarti pasir dan “bo” yang berarti pengendalian. Teknologi sabo adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengantisipasi aliran debris dan pengendalian sedimen dalam suatu bentang alam, khususnya sungai pada gunung.
Baca Juga: Generasi Muda Siap Beri Solusi bagi Persoalan Air Global di World Water Forum ke-10
Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Endra S. Atmawidjaja mengatakan bahwa CoE menjadi jawaban dari tantangan iklim yang kita hadapi sekarang di dunia.
Endra mengatakan bahwa dalam pendirian CoE itu, Indonesia akan menyasar penguatan kerja sama Selatan-Selatan atau South-South Cooperation (SSC).
Melalui CoE, kata Endra, negara-negara Selatan yang memiliki masalah terkait banjir, sedimen akibat erupsi yang merusak sungai, dan masalah pengelolaan air lainnya akan saling mengedukasi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman untuk mencari solusi terbaik yang dapat diimplementasikan secara nyata.